Regulasi Participating Interest 10% Buka Peluang Besar bagi BUMD Sumsel dalam Industri Migas

Wakil Ketua Komisi III DPRD Sums M Nasir

WARTAMUSI.COM, Palembang – DPRD Provinsi Sumsel mengapresiasi adanya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% (Sepuluh Persen) Pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi.

Participating interest (PI) 10% adalah besaran maksimal 10% pada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang wajib ditawarkan oleh kontraktor pada BUMD atau BUMN.

Keterlibatan daerah dalam pengelolaan WK migas melalui PI 10% memberikan banyak manfaat. Antara lain, memberikan keuntungan atau profit bagi BUMD yang akan menambah pendapatan daerah. Selain itu, memberikan pengetahuan, pengalaman BUMD dalam pengelolaan blok migas sebagai kontraktor.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Sums M Nasir mengatakan, saat ini pihaknya berkonsentrasi tentang pendapatan asli daerah (PAD). Untuk Pendapatan asli daerah itu terkait dengan pajak daerah retribusi daerah dan itu yang diatur dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2022. Selain itu juga ada pendapatan asli daerah yang diterima dari badan usaha milik daerah BUMD.

“BUMD yang ada di pemprov Sumsel ada 11 BUMD diantaranya Bank Sumsel Babel, Sumsel Energi Gemilang, Jakabaring Sport City, PT SMS, PT Tirta Sriwijaya Mandiri ,Swarna Dwipa, PT jamkrida, Bank BPR. Intinya ada 11 BUMD,” ujarnya, Senin (3/3/2025).

Nasir menuturkan, BUMD itu merupakan mitra Komisi III DPRD Sumsel.

“Jadi kita konsen untuk meningkatkan PAD dari potensi yang dimiliki oleh BUMD yang bersangkutan,” ucapnya.

Salah satunya, sambung Nasir, adalah mengenai Partisipasi Interest (PI) yang diatur oleh ketentuan peraturan menteri SDN nomor 37 tahun 2016. Partisipasi Interes (PI) adalah hak, kewajiban, dan kepentingan kontraktor dalam pengelolaan minyak dan gas bumi (migas). PI juga diartikan sebagai proporsi kepemilikan produksi dan eksplorasi atas suatu wilayah kerja migas.

“Partisipasi interest itu adalah kewenangan pemerintah Daerah melalui badan usaha milik daerah yang diberikan ruang untuk mengelola 10 persen dari eksplorasi eksploitasi minyak dan gas yang ada di Sumatera Selatan. Itu potensinya luar biasa besar, ini kita konsen untuk memaksimalkan kinerja dari badan usaha milik daerah dalam hal ini Sumsel Energi Gemilang. Lada tanggal 24 Januari yang lalu kita sudah melakukan rapat dengan pendapat bersama mitra dan yang kita undang. Yakni pertama adalah kepala Dinas ESDM. Kemudian Kepala Biro Perekonomian SKK Migas, lalu direktur Sumsel Energi Gemilang beserta K3S atau vendor yang mengelola minyak dan gas yang ada di Sumsel kurang lebih ada 15 vendor. Ada Medco Energi, Pertamina, Pertamina Jambi Merang. Intinya ada 15 vendor,” tuturnya.

Lebih lanjut Nasir menjelaskan, Sumsel Energi Gemilang sekarang baru mendapatkan devidennya PAD nya itu baru di angka Rp 6 miliar.

“Harapan kita ke depan itu bisa meningkat bisa 10 kali lipat atau bisa lebih dari itu bisa Rp 50 miliar atau Rp 100 miliar,” katanya.

Jadi, lanjut Nasir, BUMD yang memberikan deviden yang baik itu diantaranya BSB, Jamkrida, PT Sumsel Energi Gemilang.

Menurut Nasir, dengan adanya PI itu luar biasa bisa menambah PAD bisa di angka Rp 100 miliar untuk SEG. Apalagi tambang blok-blok yang potensial seperti Jambi Merang itu sumber dayanya luar biasa besarnya.

“Kami sekedar pengawasan memberikan semacam dorongan memberikan semangat. Jadi kalau mereka kinerjanya kurang efektif atau kurang efisien kami akan memberikan dorongan seperti itu,” bebernya.

Nasir menjelaskan, yang menjadi kendala pada pemanfaatan migas di daerah itu adalah, bicara masalah persyaratan. Karena untuk kontrak itu harus melalui banyak prosedur, banyak proses yang kemarin disampaikan oleh bapak kepala Dinas ESDM. Karena beliau yang memahami teknisnya itu ada 8 tahapan itu membutuhkan syarat-syarat teknis yang harus dimiliki oleh Sumsel Energi Gemilang.

“Berdasarkan PP 54 THN 2017 BUMD dibagi 2 ada ada yang badan umum milik daerah itu sahamnya suluruhnya keseluruhan dimiliki pemerintah daerah yakni Pemprov. Kemudian ada perusahaan umum daerah (Perseroda) atau yang sahamnya 51% minimal bagian dimiliki pemerintah daerah. Dan sisanya bisa dimiliki swasta atau perorangan. Untuk pola kerjasama kerjasama partisipasi interest itu Perseroda harus membuat anak perusahaan lagi dan syarat anak perusahaan seluruh sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah. Mengapa? karena seluruh pendapatan yang ada di anak perusahaan Persero itu harus langsung setor ke kas daerah,” tandasnya.

“Jadi pada PP 54 tahun 2017 perseroda minimal sahamnya 51% dimiliki daerah dan sisanya bisa dimiliki oleh swasta atau perorangan atau yang lain. Di sini dari pihak-pihak swasta itu masuk ke sini untuk mengembangkan usaha,” tutupnya. (Yanti)