Ribuan Siswa Bakal Ikut Meriahkan Gerakan Minum Kopi Terbanyak Serentak di Pinggir Sungai

Kasi Peserta Didik Disdik Provinsi Sumsel Misral S.Sn.

WARTAMUSI.COM, Palembang – Disdik Sumsel mengikutsertakan ribuan siswa dalam memeriahkan kegiatan Pemecahan Rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) Kopi “Gerakan Minum Kopi Terbanyak Serentak di Pinggir Sungai” yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2024 di Benteng Kuto Besak yang diinisiasi oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi Sumsel.

Kabid SMK Disdik Provinsi Sumsel melalui Kasi Peserta Didik Disdik Provinsi Sumsel Misral S.Sn mengatakan, memang ada arahan dari Kepala Disdik Provinsi Sumsel dalam hal ini Kepala Dinas Pelaksana Harian (PLH) Disdik Sumsel untuk mengerahkan anak-anak untuk datang ke sana untuk menghadiri kegiatan tersebut yakni gerakan minum kopi terbanyak serentak di pinggir sungai.

“Sesuai dengan arahan dari Kepala Disdik kita dalam hal Kepala Dinas PLH Disdik ini kita akomodir, kita tinggal koordinasi ke sekolah-ke sekolah untuk dapat mengerahkan siswanya hadir ke sana. Kami ini kan bukan pencatatan kita di bidang SMK tetapi ini adalah arahan kepala Disdik Sumsel, dan juga permintaan dari KADIN Sumsel dan Pemprov Sumsel,” ujarnya, Senin (8/7/2024).

“Kita diminta sebanyak 7.000 untuk SMK/SMA oleh melalui surat KADIN Provinsi Sumsel, surat itu yang diteruskan ke kami, di mana surat dari KADIN diterima oleh Kepala PLH Disdik Provinsi Sumsel, kemudian diteruskan kepada kami untuk dapat ditindaklanjuti,” tambahnya.

Misral menuturkan, koordinasi bisa melalui WhatsApp (WA) Grup dari Wali Kelasnya. Mungkin dari Wali Kelas tersebut untuk menyampaikan kepada anak-anaknya untuk hadir di sana, ditambah lagi pada saat ini di masa libur sekolah, di mana sekolah yang sistem untuk penyampaiannya ke anak-anak itu dari sekolah untuk penyampaian ke mereka.

“Kita kan minta ke sekolah, dari sekolah nanti kan menyampaikan ke anak-anak itu ya dari sekolah, mereka ini kan kalau sekolah itu kan anak-anak itu tidak salah Wali Kelasnya punya grup WA masing-masing mereka, di sana mungkin mereka menyampaikan ke anak-anaknya sehubungan dengan adanya Rekor MURI,” bebernya.

Lebih lanjut Misral menuturkan, rencananya 7000 siwa, rinciannya sekitar 2500 dari SMK, di mana 4500 itu dari SMA, karena SMA lebih banyak dari SMK.

“Perkiraan masih seperti itu, namun kami masih melakukan koordinasi lagi dengan Kabid PLH Disdik Sumsel. Rencananya sendiri di hari Sabtu di tanggal 13 Juli 2024, jam 13.00 WIB. Jadi acaranya memang dari pagi hingga malam, tapi yang untuk anak-anak kita ini cuma pas untuk rekor Muri, yakni Minum Kopi Bersama,” bebernya.

Pengawasannya sendiri dari sekolah masing-masing, jadi ada umpamanya satu sekolah itu umpamanya 100 orang, maka ada 4 orang, intinya mereka semua tidak dilepas, tetap ada guru pendamping dan ada yang mengawasinya. Kalau penanggung jawab kegiatan tersebut yakni dari KADIN Sumsel dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Sumsel, tapi untuk yang anak-anak kesana ya tetap di bawah bimbingan sekolah, karena soalnya yang mendampinginya adalah guru-gurunya.

“Kalau hasil informasi, di mana mereka ikut meramaikan minum kopi bersama untuk mengejar rekor MURI. Untuk kegiatan ini sendiri mereka tidak ikut, karena didalam surat kemarin itu yang disampaikan oleh Kepala Dinas PLH Disdik Provinsi Sumsel ke saya tidak di sebutkan ikut festival lomba, tapi hanya ikut untuk meramaikan minum kopi bersama,” katanya.

Masih dilanjutkannya, untuk sementara yang kita dapatkan dari Kepala Dinas PLH Disdik Sumsel itu mereka pakai seragam pakaian yang bebas pantas, tidak ada atribut sekolah, tapi nanti akan kita koordinasikan lagi bagaimana bagusnya untuk murid ataupun gurunya yang datang ke lokasi acara tersebut.

Dia menuturkan, ini baru sebatas surat dari KADIN Sumsel, belum kepada Kepala Dinas PLH Disdik, ke bidang sekolah, dan untuk ke sekolah sendiri belum ada himbauannya seperti apa, serta tindak lanjutnya sendiri belum ada. Apa bagusnya pakai pakaian sekolah yakni pakaian seragam, atau pakai pakaian olahraga, paling tidak ada atribut sekolahnya, disamping itu juga untuk mempermudah pula mengkoordinir para anak-anak.

“Kalau mereka pakai pakaian bebas pantas, maka mereka seperti orang biasa, karena memang belum ada pertemuan dengan beliau, sepertinya memang harus seperti itu, di mana harus ada ciri khas masing-masing sehingga mereka ada identitas mereka, serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,” tandasnya. (Yanti)